Senin, 02 September 2013

[airputih] Niat

*Oleh: Herry Mardian*

INGAT nggak, ketika kita kecil, mungkin di suasana perayaan tujuh belasan
di kampung? Di sebuah lintasan rumput atau tanah, ada beberapa lintasan
yang dibatasi tali rafia. Kita, yang masih kanak-kanak, ada di salah satu
lintasan tersebut. Di depan wajah kita, ada sebuah sendok yang kita gigit
pangkalnya. Di cekungan sendok itu ada kelereng. Kita jaga mati-matian
supaya kelereng itu tidak jatuh dari sendok, selama kita berjalan secepat
mungkin menuju garis finish di depan sana.

Ketika itu, jantung kita berpacu kencang, kencang banget. Dag-dug-dag-dug…
. Nafas kita memburu, saling menyusul dengan detak jantung. Di punggung,
kedua tangan kita saling menggenggam. Kaki-kaki kita mencoba melangkah
secepat mungkin, tapi kita atur kecepatannya sampai pada titik yang 'pas' :
tidak terlalu lambat sehingga bisa mendahului peserta lain, tapi tidak
terlalu cepat sehingga kita kehilangan keseimbangan dari semua faktor
pendukung, yang pasti akan menyebabkan '*out of control*': kelereng kita
jatuh dari sendoknya. Ada satu titik yang paling pas, *somewhere in between*,
dan kita akan menemukan 'titik keseimbangan semuanya' itu dalam di proses
melakukannya. Titik itu akan kita temukan sendiri setelah berangkat dari
garis start.

Kita bahkan tidak menyadari teriakan-teriakan penonton yang begitu riuh.
Ekspresi orang tua kita yang begitu senang menyaksikan kita 'bertarung di
arena' sambil bertepuk tangan memberi semangat, tidak lagi kita perhatikan.
Kita pun tidak memperhatikan kalau anak cewek yang kita taksir sedang
meneriakkan nama kita di pinggir sana, memberi semangat. Dan kita juga,
dengan sendirinya, tidak (merasa perlu) membayangkan gimana manisnya nanti
ekspresi senyum malu-malu si anak itu, ketika hadiah kemenangan lomba ini
kita kasihkan ke dia. Itu,* pretty much*, 'kagak usah dibayang-bayangin
sekarang'. Pokoknya manis.

Pada saat itu, kita adalah 'gladiator' di arena rumput dan bentangan tali
rafia. Kita tidak memikirkan untuk menikmati kemenangan: saat itu kita *
simply* menghirup pertarungannya. Pada saat itu, apapun selain garis finish
dan sendok dengan kelereng di mulut sedang tidak relevan di kehidupan kita.

Sebelum berangkat, memang kita menyadari ada penonton, ada arena. Ada orang
tua, ada teman-teman, ada ibu-ibu tetangga. Ada ibu tua yang berjualan
minuman di pinggir lapangan, ada juga satu-dua balon yang lepas tertiup
angin. Anak cewek yang manis itu juga ada di pinggir lapangan, siap memberi
semangat. Tapi saat-saat menjelang wasit meneriakkan satu kata yang membuat
semua peserta berpacu meninggalkan garis start, semua itu menjadi samar.

Menjelang wasit meneriakkan satu kata itu, alam semesta pelan-pelan
menghilang. Dan kita tahu, nanti setelah berangkat, dengan sendirinya detak
jantung, kecepatan kaki, sudut kemiringan kepala, tekanan gigi pada sendok,
dan akselerasi kelajuan dan meknisme pengurangan kecepatan gerak kaki kita
bertemu pada satu titik keseimbangan sempurna. A* perfect equilibrium*.
Pada saat itu, semua hilang. Lenyap. Dan kemudian, di alam semesta ini ada
dua hal saja: sendok dengan kelereng di mulut kita, dan garis finish.

*Itulah niat.*

Dan setelahnya, semua di alam semesta yang terhubung dengan niat kita, akan
bersatu. Bahu membahu, saling menyesuaikan diri mereka masing-masing demi
niat kita itu. Dan itu terjadi dengan sendirinya!

Ketika lomba balap kelereng tadi, kita tidak mengatur seberapa harusnya
tekanan gigi kita pada sendok. Berapa kecepatan langkah kaki kita. Berapa
sudut kemiringan kepala kita. Berapa akselerasi kita, dan pada titik mana
kita harus menambah atau mengurangi kecepatan. Mereka yang akan
menyesuaikan dirinya masing-masing kepada niat kita.

Niat untuk membawa kelereng di atas sendok sampai garis finish. Apapun
selain itu, tidak relevan. Itulah niat. Niat bertaubat, niat kembali dan
pulang kepada Allah, adalah seperti itu. Niat shalat, ya kurang lebih
begitu. Niat bangun malam, ya begitu juga. Niat puasa, niat studi, ya sama
saja kurang lebih. *You got the picture*.

Niat bukanlah ucapan atau kata-kata. Niat adalah sebuah 'penghubungan diri'
kepada Allah, sebuah tekad yang mendasari sebuah harapan kepada Allah
ta'ala, yang (membuat Dia berkenan) menundukkan hal-hal tertentu di alam
semesta demi harapan kita itu.

Kenapa para sahabat Rasulullah bisa tidak menyadari apapun ketika shalat?
Ya intensitas niat shalat mereka tentu luar biasa dahsyatnya. Ketika
shalat, alam semesta melenyapkan diri dari mereka, bahkan diri mereka
sendiri pun lenyap dalam shalatnya. Yang ada hanya Allah ta'ala, dan
diri-diri mereka pun hilang, perlahan-lahan berubah menjadi ucapan-ucapan
shalat yang beterbangan satu demi satu ke arah Tuhan mereka.

Dengan niat yang seperti itu, mengucapkan niat secara verbal atau tidak,
bukan masalah. Kita tidak harus melafalkan sebelum perlombaan, "Saya niat
balap kelereng, menggigit sendok dan menjadi peserta paling depan, dua kali
bolak-balik, lillahi ta'ala." Jika tidak tercipta sebuah 'keterhubungan'
tadi, walaupun dengan niat yang dilafalkan, pengucapan itu bahkan tidak ada
gunanya.

Pelafalan niat hanya sebuah cara, metode pengkondisian diri. Niat yang
dilafalkan barulah niat secara jasad. Sedangkan niat yang secara batin,
adalah niat yang seperti di atas. Idealnya, jika kita berniat, seharusnya
merupakan 'rembesan' dari sebuah niat batin yang naik ke jasad sehingga
terlafalkan. Bukan sebaliknya.

Niat bukanlah ucapan atau kata-kata. Niat adalah sebuah 'penghubungan diri'
kepada Allah, sebuah tekad yang mendasari sebuah harapan kepada Allah
ta'ala, yang (membuat Dia berkenan) menundukkan hal-hal tertentu di alam
semesta demi harapan kita itu.

"Manusia hanya mendapatkan sebagaimana yang diniatkannya," sabda Rasulullah
> ketika hijrah.


Senada nasihat Salim bin Abdullah kepada Umar bin Abdul 'Aziz: "Ketahuilah
wahai Umar, bahwasannya bantuan Allah kepada seorang hamba berdasar atas
niatnya. Maka barangsiapa telah menyempurnakan niatnya, niscaya akan
disempurnakan pula bantuan Allah kepadanya."

Sempurnakanlah niat. Sempurnakan sehingga kelak hasilnya layak kita
persembahkan pada Allah ta'ala. Hadiah lomba balap kelereng? Kita berikan
sajalah pada gadis kecil manis yang kita taksir itu. Bayangkan betapa manis
senyumnya nanti.

*sumber: http://suluk.wordpress.com<http://suluk.wordpress.com/2009/12/04/niat-2/#more-193>
*

--
Air Putih - Penyejuk Dahaga Jiwa yang Terik
airputih@yahoogroups.com | www.airputih.web.id


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

~------------------------ www.AirPutih.web.id----------------------------
Segelas air putih, untuk kesegaran jiwa. Simak catatan lengkapnya, liat
photo member, dan download arsip di http://seteguk.airputih.web.id
~-------------------- airputih[at]AirPutih.web.id -----------------------

AirPutih Groups Links

Planet airputih:
http://www.airputih.web.idYahoo! Groups Links

<*> To reply to this message, go to:
http://groups.yahoo.com/group/airputih/post?act=reply&messageNum=1282
Please do not reply to this message via email. More information here:
http://help.yahoo.com/help/us/groups/messages/messages-23.html

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/airputih/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
airputih-digest@yahoogroups.com
airputih-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/airputih/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
airputih-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://info.yahoo.com/legal/us/yahoo/utos/terms/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar