Minggu, 01 September 2013

[airputih] Joris Lilimau, Pendidik Suku Hoaulu

[image: Inline image 1]


Saat tak ada yang peduli pendidikan bagi suku Hoaulu, Joris Lilimau tampil
berperan. Ia mengenalkan sekolah bagi suku yang tinggal di kawasan hutan
Taman Nasional Manusela, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, itu.


Jumat (30/4) pukul 06.30 waktu setempat, masih terluang waktu satu jam
sebelum pelajaran di Sekolah Dasar Kecil Hoaulu dimulai. Namun, para murid
sudah datang dan duduk di kelas. Saat sang guru datang, 30 murid di dua
kelas itu mengikuti kegiatan belajar-mengajar, tanpa seorang pun berani
mengobrol.


Dua tahun lalu, jangan membayangkan antusiasme anak-anak Hoaulu seperti
itu. "Ketika sekolah darurat masih dirintis, tak ada siswa yang mau
datang," kenang Joris.


Saat itu, bangunan sekolah beratap sirap, berdinding batang kayu. Ruang
keras kerap kosong. Padahal, masyarakat Hoaulu secara gotong royong selama
enam bulan telah membangunnya. "Kesadaran masyarakat untuk membangun
sekolah ternyata tidak serta-merta dibarengi kesadaran para orangtua untuk
menyekolahkan anak mereka," katanya.


Harap maklum, mereka sejak ratusan tahun lalu terbiasa menghabiskan
hari-hari dengan berburu atau bekerja di ladang. Pendidikan sama sekali tak
dikenal sehingga mereka tidak melihatnya sebagai hal penting. Jadi, meski
pendidikan di sekolah itu gratis dan anak-anak tak perlu membawa alat tulis
dan berseragam sekolah, tetap saja tidak satu pun anak Hoaulu yang mau
sekolah.


Joris yang lahir dan dibesarkan di Kanike, desa pedalaman di Manusela,
menyadari kondisi itu, tetapi ia tak patah arang. "Tahun 2008, saya minta
dipindahkan ke Hoaulu untuk mengajar masyarakat pedalaman Hoaulu agar
mereka tak terus tertinggal. Kasihan, mereka tidak pernah bisa membaca,
menulis, atau menghitung. Sekolah yang ada jaraknya puluhan kilometer dari
kampung mereka," katanya.


Untuk ke sekolah, warga Hoaulu harus berjalan kaki melintasi hutan dan
Sungai Oni yang saat musim hujan aliran airnya amat deras. Perjalanan itu
membutuhkan waktu sekitar tiga jam.


*Kue dan permen*


Joris mengakui, hanya tekad kuatlah yang membuatnya tetap sabar, mendatangi
satu per satu warga Hoaulu untuk menjelaskan pentingnya pendidikan. Biar
anak-anak mau bersekolah, ia memberi mereka kue atau permen. "Selama dua
bulan, saya melakukan hal itu. Perlahan, mereka mulai mau belajar.
Sekarang, justru murid yang datang ke sekolah jauh lebih cepat daripada
gurunya, ha-ha-ha," katanya.


Belakangan, tak hanya anak-anak yang mau belajar. Para remaja berusia 14-16
tahun pun hadir di sekolah. Joris tak mempermasalahkan perbedaan usia
tersebut. "Lebih penting membuat mereka bisa membaca dan menulis biar bisa

mengejar ketertinggalan dengan dunia luar," katanya.


Joris mengajari mereka dengan modal 10 buku pelajaran pemberian murid dan
guru dari SD di Rumah Sokat, Seram Utara, tempat dia mengajar sebelumnya.


Tak hanya mendekati warga dan anak-anak Hoaulu, Joris pun berupaya
menyampaikan kondisi di Hoaulu kepada Dinas Pendidikan dan DPRD Kabupaten
Maluku Tengah.


Berulang kali dia mendatangi pejabat Dinas Pendidikan dan DPRD Kabupaten
Maluku Tengah agar mau memerhatikan warga Hoaulu. Padahal, untuk itu, Joris
harus ke Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah yang jaraknya sekitar 140
kilometer dari Hoaulu. Perjalanan itu ditempuhnya dengan menumpang angkutan
umum atau sepeda motor sekitar lima jam.


Sekitar setahun ia berjuang, pada April 2009 sekolah darurat di Hoaulu itu
diakui pemerintah. September 2009, pemerintah memberikan bantuan berupa
uang untuk pembangunan dua ruang kelas di Hoaulu.


Pemerintah juga menugaskan seorang guru honorer, Mike Lilimau (21), untuk
membantunya mengajar. Namun, setelah sekolah selesai dibangun, perhatian

pemerintah malah menghilang.


Alat tulis, buku pelajaran, dan keperluan lain penunjang kegiatan
belajar-mengajar tidak pernah diberikan. "Saya sampai menangis meminta
barang-barang itu, tetapi tidak pernah diberi," keluhnya.


*Uang pribadi*


Tak ingin semangat belajar anak-anak mengendur, Joris mengeluarkan uang
dari kocek pribadi guna membeli barang penunjang kegiatan belajar. Dua
papan tulis dengan spidol untuk keperluan dua kelas di SD Kecil Hoaulu itu
dibelinya seharga Rp 300.000.


Meski dengan kondisi dan sarana penunjang amat terbatas, Joris tak ingin
kegiatan belajar-mengajar yang sudah diperjuangkannya itu terhenti. Kini,
sebagian warga Hoaulu mulai bisa membaca, menulis, dan menghitung.


Setamat sekolah pendidikan guru (SPG) di Ambon pada tahun 1982, Joris
menjadi guru sejak tahun 1984. Dia senang saat ditugaskan mengajar di
Kanike, kampung tempatnya dilahirkan. "Saya memang ingin mengabdi di
kampung halaman," katanya.


Sama seperti Hoaulu, Kanike juga berada di tengah belantara hutan di
Manusela. Untuk mencapai kampung itu, orang harus berjalan kaki selama satu
hingga dua hari dari Hoaulu. Saat musim hujan, Kanike kerap kali tidak bisa
dicapai karena derasnya aliran sungai yang melintas di antara Kanike dan
Hoaulu.


Meski harus pindah dari Kanike, tekad Joris untuk membuat warga di kampung
terpencil bisa melek huruf tetap membara. Tahun 1988, dia harus mengajar di
SD Kobisonta, Seram Utara, kemudian pada tahun 1994 ia pindah mengajar di
SD Rumah Sokat, Seram Utara.


Ketika itu, kedua tempat tersebut termasuk pelosok. Joris bercerita,
sekitar tahun 2007 keterisolasian Desa Kobisonta dan Desa Rumah Sokat
akhirnya terbuka. Ini dimungkinkan setelah pembangunan Jalan Trans Seram
yang menghubungkan Kabupaten Maluku Tengah dan Seram bagian Timur selesai
dibangun.


"Memang, menjadi guru ya harus seperti ini. Di mana pun guru ditugaskan
harus siap. Jangan seperti guru yang waktu ditugaskan di daerah pelosok
langsung minta pindah atau hanya mau gajinya. Tetapi, mereka (sebagian
guru) hanya sesekali saja mengajar di sekolah itu. Kasihan anak murid,"
tuturnya.


Mengajar di daerah terpencil membuat dia merasa amat bahagia. "Ini sesuatu
yang tak ternilai harganya," ujar Joris tentang anak-anak didiknya yang
sebagian sudah menjadi polisi, bidan, juga guru seperti dia.


"Anak-anak pedalaman itu tak ada bedanya dengan anak-anak di perkotaan.
Berilah mereka kesempatan mengenyam pendidikan, maka mereka akan
membuktikan diri sama pintarnya dengan anak-anak di kota," tegasnya.


*oleh: A Ponco Nagoro | sumber:
kompas<http://edukasi.kompas.com/read/2010/06/02/20394259/Joris.Lilimau.Pendidik.Suku.Hoaulu.>
*
*
*--
Air Putih - Penyejuk Dahaga Jiwa yang Terik
airputih@yahoogroups.com | www.airputih.web.id




[Non-text portions of this message have been removed]




------------------------------------

~------------------------ www.AirPutih.web.id----------------------------
Segelas air putih, untuk kesegaran jiwa. Simak catatan lengkapnya, liat
photo member, dan download arsip di http://seteguk.airputih.web.id
~-------------------- airputih[at]AirPutih.web.id -----------------------

AirPutih Groups Links

Planet airputih:
http://www.airputih.web.idYahoo! Groups Links

<*> To reply to this message, go to:
http://groups.yahoo.com/group/airputih/post?act=reply&messageNum=1286
Please do not reply to this message via email. More information here:
http://help.yahoo.com/help/us/groups/messages/messages-23.html

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/airputih/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
airputih-digest@yahoogroups.com
airputih-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/airputih/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
airputih-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://info.yahoo.com/legal/us/yahoo/utos/terms/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar